Aku percaya suatu saat nanti saat senja tak lagi menguning surya berwarna ungu, dan saat keringat berubah emas, nafas yang kamu hirup bukan lagi oksigen tapi nafasku. Saat itulah, aku punya kamu, dan kamu punya aku.
Malam, memory merangkai musik nya sendiri.
Menanggalkan not sana sini.
Melantun indah menggapai fantasi.
Terbuai dalam puing-puing imaji.
Terlukis bahagia terpaku imajinasi.
Berusaha menegur sapa kelam yang sendiri. -Arfyana Citra Rahayu-
Cintakah kamu saat cemburu menggerogoti otakmu? Setengah cinta berselimut emosi.. Nyawa nya melayang meminta tolong pada Tuhan yang duduk di singgasana-Nya. Yang mungkin sedang menunggu nyawa nya, atau malah dosa mu.
Dosa nya setitik tinta diatas kain putih, tergambar seperti semua Ia nodai dalam imajimu.
Kemana cinta yang kau mantrakan di setiap bising dan heningnya? Kemana rasa yang kau selipkan di tiap jemarinya?
Bertaburlah manusia di antara laut dan tanah, menggali emas perak bertaruh nyawa.
Menyesap anyir rumput yang diguyur hujan.
Pijakan lumpur ini bekas darah pejuang. Leluhur kami. Manusia hebat tak kenal mati.
Terlebih ruh dia beri, hanya untuk memutuskan tali merah mengekang negeri.
Ia pahlawan, menggalang persatuan.
Memerdekakan hak yang bertuan. -Arfyana Citra Rahayu-
Senin, 06 Januari 2014
Musik sebelum tidurku, diiringi simfoni memori yang terus melagu.
-Arfyana Citra Rahayu-
Aku takut Allah, karena Ia sempurna
Aku takut langit, karena terlalu luas
Aku takut akhirat, karenanya aku kekal.
-Arfyana Citra Rahayu-
Dia menatap
Dan berkata "Merdeka terlalu mahal untuk mereka yang meratap."
Malam ku dikepung langit
Bintang juga dikempit
Selama aku menunggu, tak sampai aku mengelilingi
Terasa heboh aku di guncang sepi
Kupandang lagi
Semakin kecil ku ditatapnya
Sombong atas ku juga tak berdaya
Tak rasa ku alirkan air mata dan menelannya lagi
Teruntuk langit yang ku selami lagi -Arfyana Citra Rahayu-