Jumat, 27 Februari 2015

Aku Berharap Aku Ternyata Aku Hanyalah

Aku berharap, aku bintang tatkala punya seberkas sinar sendiri untukmu yang sepi. 
Ternyata aku. aku bulan yang mengelilingi kehidupan meminta cahaya dari yang lain.
Aku berharap, aku langkah simfoni yang memejamkan mata dan meneduhkanmu yang lara.
Ternyata aku, aku garis yang berbaris rapi di antara 1 dan 2 tanpa suara.
Aku berharap aku, aku tanah yang melahirkan cinta dan kehidupan untukmu.
Ternyata aku, aku hanya hujan yang tak jelas menyerbu alam, mengagetkan mereka dengan kilat dan suara hebat.

Ternyata aku, aku hanyalah kumpulan monad yang hanya membantu merangkai indah kehidupanmu.
-Arfyana Citra Rahayu-
(dari sajak lama yang ditemukan)

Sajak yang Ditemukan

Sunyi memuntahkan rangkaian huruf yang tak lagi satu. Mereka keluar dari sarang ditarik lembut oleh pena biru. Mata mereka berbinar, menatap takjub, menyapa sepi, dan aku yang terkapar.
Seolah ia baru dilahirkan dan langsung dewasa saat jadi kesatuan prosa.
Aku terbujur di antara dinding yang mengapit hebat sebuah ruh, dan masih bersyukur tidak diapit berhelai-helai kertas sampai mati.
Bersyukur tak harus diam berbaris, namun hati tetap menyumpah bahwa ini pembawa tangis.
Inilah seperti hidup dan manusia. Ia sebenarnya ingat namun pura-pura lupa, ia melihat tapi pura-pura buta, ia senang sambil menginjak yang sedih, dan yang paling parah adalah merasa harus penting menuntut dipentingkan padahal mereka tak berkorban apa-apa tetapi terus menarik paksa diberi dongeng berakhir bahagia.
Itulah manusia, meminta tanpa memberi sesuap sejarah pada waktu dan lembaran yang mengukirnya.
-Arfyana Citra R-