Senin, 17 Maret 2014

Untuk Tuan

Hamba ini memakan manis daripada senyum mu itu Tuan. Hamba dibuat berkutat dengan kata sendiri sambil mengumpat, memohon jangan lagi ku tersenyum. Merasa cemas di bilang orang tak berakal, tapi apa daya lagi..
HAAH!
Dunia kejam! Ku berlari dari satu hati ke hati lain yang tak lagi baik tapi jadi indah. Perasa dari rasa ku kecap harum surga dari niatnya. Tapi apa hanya sesaat?
Satu malam ku dipertemukan dengan nya lewat udara.
"Hanyutkan aku ke samuderamu!" Pintaku
"Setengah tahun dan umur-umurku coba kuajuhi akan dikau" Katanya.
Ku bertanya lewat hati "Untuk apa tapi?"
"Dengarkan!! Detak jantung ku ulurkan pertolongan agar kau tak lagi perih! Aku bergema tapi kau lagi-lagi sok tuli!" Teriakku.
"Sayang ingat, akan selalu ku patri semua doa mu" Jawab Tuanku.
Lagi ku jawab dengan segudang emosi jatuh berantakan diatas huruf, "Aku hanya perlu senyum mu! Beri aku lagi!!"
Tuanku pun berbilang "Saya merasa tak untuk dikau, tak apa pergi ku lagi perih, biarlah! Memang aku apa diharimu? Bukan apa apa dan siap siapa"
Aku pun ulur bendera putih. "Aku menyerah.."


Surat Senja 1

Untuk: Senja
   Pergi dan kau hilang, melainkan aku di sini menghukum nasib yang tak lagi baik-baik. Tiadalah aku dengan terpaksa hendak mencerca dengan doa. Merangkak pun aku meraba tanah, mencari di mana cinta katanya bernorma.
   Apabila salah aku minta kebenaran tapi apalah, ku jatuhkan jua lagi hati. Aku sudah bilang "Siapkah dengan lidah ini ku terima jantung itu untuk ku satukan?"
   Tapi hanya karena orang-orang bilang "kepastian" satu kunci cinta, maka ku bongkar hati coba memasang lagi dengan niat hendak kamu juga.
   Salah langkah lagi ku dibuatnya.

Sabtu, 08 Maret 2014

Terlalu rumit difikirnya, terlalu setara tindakannya. Ragam serta merta ini dalam buaian, atas janji yang sebentar lagi temaram, ku yakin akan kelam. Dapatkah aku sebuah cibiran yang menghantui tapi apa gerangan?

APA KENAPA
Gausah apa kalau tak kenapa, tapi memang apa?
Buta akan perasaan yang seberapa, tak rasa sepertinya jadi bertanya
Ada gerangan apa?
Tak ucap lagi sebutir pantun tuk siapa
Tapi cedera waktu disepak parasnya
Bertemu mata tuk sekedar raih senyuman, tapi dia dimana?
Berilmu tuk tahu hati bagaimana
Seperti mencoba ambil angin tuk direbus nantinya.
-Arfyana Citra R-
Lagi setelah lagi, kubiarkan ini perih.
Bilang katanya sadar, padahal tersandar
Lagi setelah lagi, aku hampir mati
-Arfyana Citra R-
Ku merenung jadi termenung, kulihat lagi kupeluk hati
Baginya embun terus titik, menitik, lama-lama merintik
-Arfyana Citra R-
Kali ini kita semakin salah
Suratan takdir kah?
Menyimpang dari sukma
Bilang itu bukan tubuh saya
Jangan pandang sebelah mata
Hidup itu untuk hati bagi dunia.
-Arfyana Citra R-

Sumpah

Sumpah
Kamu cuma menyampah
Tinggal belati jatuh karatan
Lihat! Aku mulai kemelaratan

Sumpah
Teganya hati ini kau jarah
Meninggalkan jelaga
Tanpa ada daya lagi ku bertanya
"Apakah masih ada kita?"
-Arfyana Citra R-

Doa Saat Senja

Setapak demi hidup kujejalkan bulat-bulat
Hamba hanyalah rasa
Terlalu dunia, karya dari fana.

Tuhan...
Hamba tak lagi saya
Aku tak lagi nyata
kemana lagi aku pergi tanpanya
Kapan lagi aku bersyahdu karena nya.

Tuhan...
Hamba hilang
Tak ada lagi dia.

Argh!
Ini pemaksaan!
Menarik hati tuk terpaksa berdiam
Diam bukan karena mau
Tapi sok bisu.
-Arfyana Citra R-