Aku memejam sambil terhempas nyiur harmoni dari kotak musik yang melagu tepat di sampingku.
Semoga saja sakit pinggang dan perutku ikut terombang-ambing dan terdampar di daratan entah berantah, layaknya kapal yang digunakan Putroe Neng saat dirinya berniat menuju Peureulak.
Sekarang aku sedang menuliskan barisan kegiatan dan rahasia dari kenyataan perasaan dan niatku ke dalam buku harian.
Namun tetap saja rahasia terdalam tidak berani kuungkap walau di atas kertas putih yang jiwanya masih polos.
Walaupun raganya kertas tapi tetap saja pada dasarnya ia ini pohon.
Aku teringat perkataan Khalil Gibran soal jangan salahkan angin ketika rahasia kita disebarkan kepada pepohonan.
Memang, aku tidak sedang menuliskan rahasiaku kepada angin, tetapi bisa saja angin mengintip dan menyebarkan rahasia pada kulit pohon ini kepada pohon lain yang bernapas dan berakal.
Lalu berhembus bebas dan membuat rahasiaku menjadi informasi umum.
Jadi aku mengambil jalan tengah dengan menorehkan cerita-cerita terarah dengan latar belakang dan tokoh yang kuinginkan. Bila nanti barisan huruf ini tersingkap dan terekam, setidaknya arah pembicaraan dan pengakalannya masih bisa kuredam.
-Arfyana Citra Rahayu-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar